Suatu hari datanglah seorang pria bernama Charles yang mengaku sebagai sepupu jauh. Dengan pesona dan karismanya, Charles menjalin keakraban dengan Constance dan Paman Julian. Hanya Merricat yang tetap menjaga jarak dan curiga bahwa dibalik senyum manisnya, Charles hanya ingin menguasai harta keluarga Blackwood. Tapi bagaimana Merricat bisa menyadarkan kakak dan pamannya yang sudah terpesona oleh Charles? Merricat bertekad untuk mengusir Charles meski risikonya adalah Merricat sendiri yang akan tersingkir dari kediaman Blackwood.
Setelah The Haunting of Hill House, Qanita mempersembahkan We Have Always Live in the Castle, satu lagi horror thriller dari penulis klasik Shirley Jackson, Ratu Horor Gothik Amerika yang telah memengaruhi banyak penulis modern Amerika, termasuk Neil Gaiman dan Stephen King. Membawa pembaca dalam labirin gelap jiwa, We Have Always Lived in the Castle mengisahkan tentang penyimpangan, isolasi, niat membunuh dan perjuangan untuk keluar dari lingkaran setan tak berkesudahan, tak heran apabila buku ini terpilih sebagai salah satu dari sepuluh novel terbaik versi majalah Time. Setelah diadaptasi menjadi pertunjukan drama pada 1966, kini novel ini akan diangkat ke layar lebar dan dibintangi oleh Sebastian Stan, Taissa Farmiga, Alexandra Daddario, dan Crispin Glover.
[Mizan, Mizan Publishing, Qanita, Novel, Fiksi, Horor, Misteri, Remaja, Dewasa, Indonesia]
Shirley Jackson lahir di San Francisco pada 1916. Dia pertama kali dikenal secara luas dan mendapat pengakuan untuk cerpennya The Lottery yang terbit pada 1949. Novel-novelnya—termasuk The Sundial, The Bird’s Nest, Hangsaman, The Road through the Wall, The Haunting of Hill House (terjemahan Indonesianya diterbitkan oleh Penerbit Qanita pada 2017), dan We Have Always Lived in The Castle—memiliki ciri khas berupa seting yang realistis untuk kisah-kisah yang sering kali mengandung unsur-unsur horor dan mistik. Dia meninggal pada 1965.